Monday, March 5, 2018

Pengaruh Konflik Orangtua pada Anak




Selama 20 tahun terakhir, muncul sangat banyak riset yang menunjukkan korelasi antara kualitas pernikahan seseorang dan kualitas parenting mereka.
Dari sudut pandang seorang anak, rumah tangga yang paling supportif adalah rumah tangga dengan kedua orangtua yang minim konflik pernikahan.

Dengan kata lain, perkembangan emosi dan psikologis seorang anak berhubungan dengan intensitas konflik antara kedua orangtua mereka.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa orangtua mana pun akan mengalami konflik.

Nah, bagaimana konflik ditangani akan membuat perbedaan yang sangat besar efeknya terhadap anak.
Pengaruh konflik pernikahan terhadap anak tidak didasarkan pertengkaran satu kali, tetapi pertengkaran yang berlangsung dari waktu ke waktu.



Apabila pertengkaran dapat diperbaiki dengan memuaskan dan damai, dengan kedua orangtua senang dengan hasilnya, makan akan berdampak positif pada anak, karena hal itu menjadi contoh bagi mereka tentang bagaimana konflik harus diselesaikan. Ini disebut konflik yang membangun (konstruktif).

Namun, tipe-tipe pertengkaran yang akan lebih berdampak negative pada anak adalah pertengkaran-pertengkaran yang dibiarkan tidak selelsai dalam jangka waktu yang lama. Tipe konflik-konflik yang terus-menerus dan agresif, dan konflik-konflik yang salah satu orangtuanya ditaklukkan oleh yang lain. Ini disebut konflik yang merusak (destruktif).

Sebagai orangtua, seringkali kita cenderung meremehkan efek konflik kita dengan pasangan.

Nah, untuk mengetahuinya apakah konflik merupakan jenis yang konstruktif atau destruktif, berdasarkan riset ini, ditemukan bahwa tipe-tipe konflik berikut termasuk destruktif :

# Serangan fisik, yang melibatkan menyumpah, menghina, membanting atau menghancurkan atau mengancam untuk memukul.

# Kemarahan Verbal, termasuk berteriak dan juga ancaman-ancaman verbal.

# Kemarahan Non-Verbal, termasuk menarik diri oleh suami/istri, misalnya : saling mendiamkan satu sama lain. 
Hal ini dilaporkan berdampak negative tarhadap perilaku dan cara pikir anak, termasuk menyebabkan stress. 

Bahkan penelitian menunjukkan bahwa reaksi anak terhadap konflik verbal sama dengan reaksi terhadap konflik non-verbal. Bahkan, reaksi non-verbal orangtua terhadap rasa takut menyebabkan anak lebih tertekan daripada perdebatan yang memanas.

Banyak cara pernikahan yang buruk dapat mempengaruhi kesejahteraan anak, dan semua dimulai dari konflik destruktif.

Dampak yang terjadi pada anak apabila orangtua mengalami konflik destruktif :

#1. Secara langsung mempengaruhi rasa aman anak secara emosional, yang terkait dengan rasa keyakinan si anak terhadap kemampuan orangtua untuk menangani konflik dan memelihara kestabilan dalam keluarga.

Pada kasus konflik destruktif, dapat menjadi tertekan secara emosional, dan hampir selalu menafsirkan interaksi orangtua mereka dengan negatif.

Kebutuhan emosional anak, selain anak butuh kasih dan penerimaan dari orangtua, anak harus butuh kepastian bahwa papa sayang mama dan mama sayang papa. Anak perlu melihat bahwa papa & mama saling mengasihi.

#2. Secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hubungan orangtua – anak. Karena orangtua yang konflik akan mengalami depresi, yang seiring dengan waktu akan mempengaruhi kualitas kedekatan hubungan mereka.
Sebagai contoh, kemarahan yang tidak terselesaikan kepada pasangan akan membuat orangtua melampiaskan kemarahannya kepada anak. Tanpa disadari, anak menjadi korban atau sasaran.

#3. Konflik pernikahan akan membuat orangtua kehilangan semangat, sehingga mereka punya lebih sedikit energy untuk me-manage anak mereka dengan pengawasan yang cukup, komunikasi yang terbuka, dan untuk menegakkan peraturan pada anak.

#4. Konflik pernikahan juga secara negatif mempengaruhi kerja sama tim yang dibutuhkan untuk menjadi orangtua.

Contoh : Orangtua menjadi tidak sepakat. Adakalanya anak seringkali sulit diatur karena tidak melihat ada kesehatian dan satu hal yang sama yang dituju, lain standard, lain cara, lain teladan, sehingga anak jadi bingung. Dan tidak punya standart juga harus bagaimana.

Suami dan istri harus mengambil kesepakatan di dalam mengambil keputusan bagi anak dan mendisiplinkan anak. Kesepakatan = bukan sepakat dengan anak-anak, tetapi sepakat dengan pasangan kita.

#5. Saat kualitas pernikahan kita buruk, dengan pola konflik destruktif, kita sedang menjadikan anak-anak kita rentan untuk dipengaruhi secara negatif.

Jadi, orangtua harus menyadari bahwa cara mereka bersikap saat terjadi sebuah konflik sangatlah penting dan bahwa mencapai penyelesaian yang memuaskan akan sangat berpengaruh dalam mengurangi tingkat stress anak secara umum.

Apa yang harus dilakukan ?

Saat terjadi ketegangan antara kedua orang tua maka orangtua harus melakukan rekonsiliasi dan pengampunan, yaitu konflik orangtua harus diselesaikan dengan baik, yaitu dengan tulus dan sungguh-sungguh sampai level emosional, bukan hanya sampai level rasiona.

Anak-anak harus melihat orangtua mereka menyelesaikan masalah dengan cara yang sehat, karena anak akan merasa terobati apabila melihat orangtua menyelesaikan konflik secara sehat.

Tetapi jika salah satu orangtua takluk kepada orangtua lainnya saat konflik, maka meskipun kedua orangtua mungkin merasa bahwa konflik tersebut sudah selesai, jenis resolusi dipaksa tunduk seperti itu akan dilihat sebagai kemenangan salah satu orangtua, ini takkan diterima baik oleh anak-anak. Resolusi antara kedua orangtua harus tulus dan komplit pada level emosional, bukan kemenangan mutlak untuk satu pihak atau palsu, atau dengan salah satu orantua selalu menyerah dengan syarat dan orangtua lainnya selalul mendapatkan keinginan merekan. Anak-anak akan mengetahui caranya rekonsiliasi yang dangkal.

Saat hubungan pernikahan berfungsi baik, hubungan itu memberikan dasar yang kokoh bagi anak. Seperti jembatan yang strukturnya bagus, hubungan pernikahan yang positif menyokong fungsi optimum anak dalam konteks kondisi-kondisi yang punya potensi berbahaya, mendorong anak untuk mengeksplorasi, dan kepercayaan diri dalam  berhubungan dengan orang lain.

                            

No comments:

Post a Comment