Thursday, August 14, 2014

Raising Emotionally Healthy Kids



Kecerdasan emosi (Emotional Quotient /EQ) menentukan seberapa baik manusia bisa berelasi dengan orang lain dan mengembangkan potensi kehidupan.
Kecerdasan emosi ternyata dikembangkan sejak masa kanak-kanak, dan keluarga adalah basis utama pembentukan emosi.

Tingkat kecerdasan emosi yang tinggi akan memastikan bahwa anak-anak  akan hidup bahagia, sukses dan bertanggungjawab sebagai orang dewasa.

Berikut adalah 10 cara untuk membantu anak-anak kita untuk meningkatkan kecerdasan emosi:

1. Orangtua menjadi model atau teladan kecerdasan emosional bagi anak.
Anak-anak bisa melihat bagaimana kita sebagai orang tua menanggapi rasa frustasi, atau mereka melihat bagaimana tangguhnya kita, dan mereka melihat apakah kita menyadari perasaan kita sendiri dan peduli pada perasaan orang lain.

2. Berani untuk berkata tidak pada anak.
Di luar sana banyak hal yang  ditawarkan untuk anak-anak kita dan mereka akan meminta dari semua yang ditawarkan itu. Dengan mengatakan tidak akan memberikan kesempatan kepada anak anak kita untuk berurusan dengan kekecewaan dan belajar mengenai pengendalian diri. Untuk tingkat usia tertentu, kita sebagai orang tua perlu mengizinkan anak-anak kita untuk mengalami frustasi dan belajar mengatasinya.


3. Menyadari apa yang menyebabkan kita marah.
Belajarlah untuk mencari tahu apa masalah kita dan apa saja yang biasa membuat kita marah.  Misalnya : apakah itu sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan?
Apakah kita menjadi marah karena tidak dihormati?
Sebagai orangtua, apabila kita menyadari sumber kemarahan kita, maka akan membuat kita lebih bisa mengelola kemarahan kita saat kita bersama anak. Sehingga kita bisa menanganinya dengan bijak.

4. Mengasah ketrampilan kita untuk tidak mudah menghakimi.
Mulailah dengan memahami perasaan yang sedang dirasakan anak kita dan menerima perasaannya.
Contoh : "Kelihatannya kamu sedang marah, bisakah kamu cerita pada ayah/ibu apa yang membuat kamu menjadi marah?"
Daripada "Kamu memang pemarah, ayah/ibu tidak suka sikapmu yang suka marah-marah".
Ketika anak-anak kita menangis, lebih baik mengatakan : "Kamu kelihatannya sedang sedih ya", daripada hanya menyuruh mereka untuk berhenti menangis.
Apabila orangtua sering membantah/ menghakimi perasaan anak terus-menerus, dapat membuatnya bingung dan marah. Kita juga sedang mengajari mereka agar tidak memahami perasaan mereka sendiri. Hal itu justru membuat perilaku mereka pun semakin buruk.
Jika anak-anak merasa baik, perilaku mereka pun baik.

5. Mulai membina anak-anak kita.
Ketika anak – anak kita sudah keluar dari masa balita, kita biasa mulai melatih mereka untuk lebih bertanggungjawab.
Daripada mengatakan, "Ambil topi dan tasmu !"
Kita bisa bertanya  "Apa yg harus disiapkan untuk sekolah? "
Jika kita terus menerus mengatakan kepada anak kita apa yang harus dilakukan tidak membantu mereka untuk mengembangkan kepercayaan diri dan tanggungjawab.

6. Bersedia untuk menjadi bagian dari masalah.
Sebagian besar masalah dalam keluarga menjadi lebih besar ketika orang tua menanggapinya  dengan cara  yang salah sehingga malah memperburuk masalah.
Jika anak kita melakukan kesalahan, ingatlah betapa pentingnya  orang tua untuk tenang dan merespon dengan benar, tidak menjadi histeris.

7. Mulai melibatkan anak-anak kita dalam tugas-tugas rumah tangga sejak dini.
Penelitian menunjukan bahwa anak anak yg terlibat dalam pekerjaan rumah tangga sejak usia dini cenderung lebih bahagia dan lebih sukses. Mengapa? Karena sejak usia dini mereka sudah merasa bahwa mereka adalah bagian penting dari keluarga. Anak-anak ingin menjadi bagian dari keluarga dan merasa berharga.

8. Batasi akses anak-anak kita terhadap media.
Anak-anak harus bermain, tidak menghabiskan waktu di depan layar.
Untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, maka berikanlah waktu untuk anak-anak kita bermain bebas. Sebagian besar pasar media dapat mempengaruhi anak-anak kita tentang konsumerisme, sarkasme, kekerasan, dan romantisme.
Nah, apa yg dipelajari anak-anak dari kita dan dari bermain bebas dengan orang lain akan memberikan benih untuk kecerdasan emosional di masa depan.

9. Menanamkan karakter dalam keluarga.
Tetapkan karakter yang ingin dicapai dalam keluarga.
Contoh : Tidak berteriak, saling menghormati.
Apabila kelluarga sudah menetapkan karakter yang ingin dibangun, maka keluarga akan termotivasi untuk mencapainya.
Sebagai orang tua, kita kemudian harus konsisten melakukan apa yang sudah disepakati.

10. Melihat anak-anak kita sebagai anak-anak yang luar biasa.
Tidak ada cara yang lebih baik untuk menciptakan kecerdasan emosional pada anak kita selain memandang / melihat mereka sebagai anak-anak  yang luar biasa dan mampu.
Jika kita melihat anak kita dan berpikir mereka luar biasa maka kita akan mendapatkan banyak hal  yang luar biasa dalam anak kita. Jika kita berpikir tentang anak kita sebagai masalah, maka kita akan mendapat  masalah.

Nah, jadi dapat disimpulkan bahwa memiliki IQ yang tinggi itu baik tetapi memiliki EQ (Emotional Quotient) yang tinggi itu lebih baik.
Jadikan sepuluh cara ini menjadi kebiasaan sehari-hari, dengan demikian kita sedang memberikan anak-anak kita kesempatan agar mereka menjadi bahagia, produktif, dan bertanggungjawab saat dewasa.

(Sumber : Top Ten Ways to Raise Emotionally Intelligent Kids, Mark Brandenburg)

No comments:

Post a Comment