Kecerdasan emosi (Emotional Quotient
/EQ) menentukan seberapa baik manusia bisa berelasi dengan orang lain dan
mengembangkan potensi kehidupan.
Kecerdasan emosi ternyata dikembangkan
sejak masa kanak-kanak, dan keluarga adalah basis utama pembentukan emosi.
Tingkat kecerdasan emosi yang tinggi
akan memastikan bahwa anak-anak akan hidup bahagia,
sukses dan bertanggungjawab sebagai orang dewasa.
Berikut adalah
10 cara untuk membantu anak-anak kita untuk meningkatkan kecerdasan emosi:
1. Orangtua menjadi model atau teladan kecerdasan
emosional bagi anak.
Anak-anak bisa melihat bagaimana kita sebagai orang tua menanggapi rasa
frustasi, atau mereka melihat bagaimana tangguhnya kita, dan mereka melihat apakah kita menyadari perasaan kita sendiri
dan peduli pada perasaan orang lain.
2. Berani untuk berkata tidak pada anak.
Di luar sana
banyak hal yang ditawarkan untuk anak-anak
kita dan mereka akan meminta dari semua yang
ditawarkan itu. Dengan mengatakan tidak akan memberikan kesempatan kepada anak anak
kita untuk berurusan dengan kekecewaan dan belajar mengenai pengendalian diri. Untuk tingkat
usia tertentu, kita sebagai orang tua perlu mengizinkan anak-anak kita untuk mengalami
frustasi dan belajar
mengatasinya.
3. Menyadari apa yang menyebabkan kita marah.
Belajarlah untuk mencari tahu apa masalah kita dan apa saja yang biasa membuat kita marah. Misalnya : apakah itu sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan?
Apakah kita menjadi marah karena tidak dihormati?
Sebagai orangtua, apabila kita menyadari
sumber kemarahan kita, maka akan membuat kita lebih bisa mengelola kemarahan
kita saat kita bersama anak. Sehingga kita bisa menanganinya dengan bijak.
4. Mengasah ketrampilan kita untuk tidak mudah menghakimi.
Mulailah
dengan memahami perasaan yang sedang dirasakan anak kita dan menerima perasaannya.
Contoh : "Kelihatannya kamu
sedang marah, bisakah kamu cerita pada ayah/ibu apa
yang membuat kamu menjadi marah?"
Daripada "Kamu memang pemarah,
ayah/ibu tidak suka sikapmu yang suka marah-marah".
Ketika anak-anak
kita menangis, lebih baik
mengatakan : "Kamu kelihatannya sedang sedih ya", daripada hanya menyuruh mereka untuk
berhenti menangis.
Apabila orangtua sering membantah/ menghakimi perasaan anak terus-menerus, dapat membuatnya bingung dan marah. Kita juga sedang mengajari mereka agar tidak memahami
perasaan mereka sendiri. Hal itu justru membuat perilaku mereka pun semakin buruk.
Jika anak-anak
merasa baik, perilaku mereka pun baik.
5. Mulai membina anak-anak kita.
Ketika anak
– anak kita sudah keluar dari masa balita, kita biasa mulai melatih mereka untuk lebih bertanggungjawab.
Daripada mengatakan, "Ambil topi dan tasmu !"
Kita bisa bertanya "Apa yg harus disiapkan untuk sekolah?
"
Jika kita terus menerus mengatakan kepada anak kita apa yang harus dilakukan
tidak membantu mereka untuk mengembangkan kepercayaan diri dan tanggungjawab.
6. Bersedia untuk menjadi bagian dari masalah.
Sebagian
besar masalah dalam
keluarga menjadi lebih besar ketika orang tua menanggapinya dengan cara yang salah
sehingga malah memperburuk masalah.
Jika anak
kita melakukan kesalahan, ingatlah betapa pentingnya orang tua untuk tenang dan merespon dengan benar,
tidak menjadi histeris.
7. Mulai melibatkan anak-anak kita dalam tugas-tugas rumah tangga
sejak dini.
Penelitian
menunjukan bahwa anak anak yg terlibat dalam pekerjaan rumah tangga sejak usia dini
cenderung lebih bahagia dan lebih sukses. Mengapa? Karena sejak usia dini mereka
sudah merasa bahwa mereka adalah bagian
penting dari keluarga. Anak-anak ingin menjadi bagian dari keluarga dan merasa berharga.
8. Batasi akses anak-anak kita terhadap media.
Anak-anak
harus bermain, tidak menghabiskan waktu di depan layar.
Untuk mengembangkan
kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, maka berikanlah waktu untuk anak-anak kita bermain
bebas. Sebagian besar pasar media dapat mempengaruhi anak-anak kita tentang konsumerisme, sarkasme, kekerasan, dan
romantisme.
Nah, apa yg dipelajari
anak-anak dari kita dan dari bermain bebas dengan orang lain akan memberikan benih
untuk kecerdasan emosional di masa depan.
9. Menanamkan karakter dalam keluarga.
Tetapkan karakter yang ingin dicapai dalam keluarga.
Contoh :
Tidak berteriak, saling menghormati.
Apabila kelluarga sudah menetapkan
karakter yang ingin dibangun, maka keluarga akan termotivasi untuk mencapainya.
Sebagai
orang tua, kita kemudian harus konsisten melakukan apa yang sudah disepakati.
10. Melihat anak-anak kita sebagai anak-anak yang luar biasa.
Tidak ada
cara yang lebih baik untuk menciptakan kecerdasan emosional pada anak kita selain
memandang / melihat mereka sebagai anak-anak yang luar biasa dan mampu.
Jika kita
melihat anak kita dan berpikir mereka luar biasa maka kita akan mendapatkan banyak
hal yang luar biasa dalam anak kita.
Jika kita berpikir tentang anak kita sebagai masalah, maka kita akan
mendapat masalah.
Nah, jadi dapat disimpulkan bahwa memiliki IQ yang tinggi itu baik tetapi memiliki EQ (Emotional Quotient) yang tinggi itu lebih baik.
Jadikan sepuluh
cara ini menjadi kebiasaan sehari-hari, dengan demikian kita sedang memberikan anak-anak kita kesempatan
agar mereka menjadi bahagia,
produktif, dan bertanggungjawab saat dewasa.
No comments:
Post a Comment