Skenario yang umum terjadi pada orangtua saat marah dan kehabisan akal
menghadapi anaknya adalah : orangtua akan berteriak, membentak, memukul,
mencubit, menjewer, atau minimal mengomeli.
Yang kita pikirkan cuma satu, anak ini perlu diberi pelajaran supaya
kapok dan tidak mengulangi perbuatan nakalnya.
Apakah dengan cara demikian kita sedang mengajar anak kita agar disiplin
mengendalikan diri dan melakukan apa yang benar? Sayang sekali jawabannya
adalah tidak! Justru sebaliknya, apa
yang ditangkap oleh anak kita adalah : “Beginilah caranya yang Papa dan Mama
lakukan kalau sedang marah dan tidak suka dengan sesuatu, kita boleh
marah-marah dengan berteriak atau memukul dan menyakiti.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orangtua tentu menginginkan yang
terbaik bagi anak-anaknya, kita ingin memberikan mereka pelajaran yang baik
tentang kehidupan, agar kelak mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang berguna
dan bertanggung jawab, menjadi berkat bagi komunitas dan masyarakat kemana pun
mereka pergi.
Tetapi pada kenyataannya, kebanyakan kita merasa frustasi menghadapi ulah anak-anak yang menurut kita menjengkelkan.
Mengapa frustasi? Karena memang kita tidak pernah ikut sekolah atau kuliah yang
mengajarkan bagaimana caranya menjadi orangtua.
Cobalah renungkan, kita dipersiapkan lebih dari 15 tahun menempuh
pendidikan formal untuk meniti karir yang kita jalankan sekarang, tetapi untuk
peran seumur hidup sebagai orangtua ….berapa lamakah persiapan kita?
Sebagai langkah awal, marilah kita menyetel ulang pola pikir kita yang
selama ini menganggap bahwa kita bisa secara otomatis menjadi orangtua saat
kita dianugerahi anak oleh Tuhan.
Ternyata yang sesungguhnya adalah kita harus belajar, belajar dan banyak
latihan untuk dapat menjadi orangtua sebagaimana yang Tuhan inginkan, yaitu
menjadi orangtua Ilahi!
Nah, pembelajaran dan latihan orangtua merupakan sebuah proses bersama, di
mana orangtua berperan mengajar, melatih, dan memberi contoh, sementara anak
kita dalam tim yang sama tugasnya belajar dan mengikuti contoh teladan kita.
Pengalaman yang anak-anak lihat dan alami bersama kita berulang kali akan
menyerap dalam benak mereka, dan kelak mereka melakukan persis apa yang mereka
lihat dan alami.
Sebagai contoh, yang paling sering dikeluhkan orangtua adalah sulit
menjaga emosi ketika sedang lelah, bad
mood atau sedang sibuk, di sisi lain anak-anak berulah dan membuat kita
jengkel. Nah, bagaimana respon kita?
Jika kita bisa menjaga suasana hati kita, maka anak-anak pun akan belajar
pola yang sama dalam mengelola emosi mereka.
Ketika kita bisa tetap tenang di hadapan tantrum mereka, di situlah mereka
sebenarnya belajar untuk mengendalikan diri mereka juga. Bahkan tubuh mereka
pun kemudian akan belajar menyesuaikan diri untuk tenang di tengah gejolak
emosi. Ketika mereka dapat mengontrol emosi, mereka dapat mengontrol
perilaku. Dan ini menjadi pembelajaran
yang berharga yang dapat mereka bawa sampai dewasa kelak. Jika kita bisa
memahami proses ini, sesungguhnya kita dapat melihat bahwa momen yang
menjengkelkan pun bisa menjadi kesempatan emas untuk mengajar anak-anak kita.
Bagaimana kita bisa mengelola emosi kita di saat yang paling
menjengkelkan?
Ada beberapa tips sebagai berikut
#1. Cobalah berhenti bicara. Tutup mulut kita rapat-rapat. Tekapkan
tangan di mulut bila perlu.
#2. Jangan bertindak apa-apa sampai kita sudah merasa
tenang. Percuma berusaha untuk
mengoreksi kesalahan anak kita pada saat kita masih emosi atau suasana konflik,
malah kita akan lepas kendali, dan akhirnya memperburuk keadaan.
#3. Tarik napas dalam-dalam.
Kita bisa ajak anak kita melakukan hal yang sama, dan katakan juga
kepada anak kita, “Ayo kita tetap tenang, ayo kita tarik napas dalam-dalam dan
sama-sama yuk kita hitung sampai lima..”
Setelah merasa lebih tenang, kita bisa lakukan hal berikut ini
#1. Peluk anak kita. Bagaimana pun marahnya kita, atau betapapun
menjengkelkannya mereka, mereka perlu tahu bahwa kita tetap menyayangi mereka.
#2. Tunjukkan empati. Belajar
untuk mendengarkan lagi persoalan dari sisi mereka, dan berusaha memahami.
Kita dapat mengatakan “Mama
mengerti kamu pasti marah dan kesal karena …… “
Setelah anak kita
merasa didengar dan dipahami, kemudian kita bisa menambahkan, “Tetapi apapun
yang terjadi, tetap tidak benar juga kalau kamu berbuat hal tersebut.“
#3. Ketika semua sudah dapat tenang kembali dan tidak dalam
keadaan emosi, bicarakan hal tersebut bersama anak kita. Saat ini adalah saat yang terbaik untuk
“mengajar” dan “mendisiplinkan” karena kita dan anak berada dalam kondisi yang
siap untuk menerima pengajaran.
Nah, ini adalah sebuah contoh orangtua dan anak bersama-sama belajar
mengelola emosi.
Well, sesungguhnya peran
kita sebagai orangtua ternyata lebih dari sekedar memberi makan dan
menyekolahkan anak-anak kita, orangtua adalah mentor kehidupan bagi anak-anaknya.
Dan sekali lagi, menjadi orangtua perlu banyak belajar dan latihan. Untuk
menjadi orangtua yang excellent tidak
bisa sekejap mata.
Kita yang berkesempatan menjadi orangtua mendapatkan
mandat mulia dari Tuhan untuk mendidik anak kita. Seperti yang tertulis dalam
Amsal 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada
masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”
Oleh sebab itu, orangtua juga hendaknya tidak pernah berhenti belajar.
Bacalah buku-buku parenting, ikutilah seminar dan workshop yang memperlengkapi
orangtua.
(Mar)
No comments:
Post a Comment