Saturday, March 19, 2016

Mengenali Sumber Stress pada Anak


Beberapa waktu yang lalu banyak media ramai membicarakan tentang terjadinya peristiwa bunuh diri dari seorang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Banyak pakar Psikologi yang mencoba menganalisa penyebab dari peristiwa yang menghebohkan ini.  Pengaruh media televisi, ingin menarik perhatian orangtua, perasaan malu, …. dan yang utama adalah karena ketidakmampuan menangani stres yang yang mereka simpulkan.

Apakah stres hanya terjadi pada orang dewasa?
Selama ini, mungkin kita  berpikir bahwa stres hanya mungkin dialami oleh orang dewasa yang memiliki tingkat kesulitan hidup yang lebih kompleks.
Ternyata tidak hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami stres, anak-anak pun bisa mengalami gangguan ini.  
Ada beberapa berita terkini, sebagai berikut :
-        Survey terbaru iVillage menemukan bahwa hampir 90% ibu menganggap anak-anak sekarang jauh lebih stres dibandingkan mereka dulu.
-        Penelitian menemukan bahwa antara 8 dan 10 persen anak-anak Amerika mengalami kesulitan dan gejala-gejala serius akibat stres.
-        University of Rochester Medical Center meneliti selama 3 tahun terhadap anak usia 5 – 10 tahun menemukan bahwa anak-anak yang berada di bawah tekanan dengan orangtua dan keluarganya lebih sering sakit yang disertai demam dibandingkan anak-anak lain.

Pertanyaan yang penting adalah : apakah stres merangsang anak atau justru melumpuhkan?
Untuk mengetahui jawabannya, orangtua perlu mengetahui bagaimana anak kita menghadapi stres yang normal dan tanda fisik apa yang diperlihatkan anak ketika kewalahan.
Jika pada tingkat tersebut stres berpengaruh sangat negatif, orangtua harus turun tangan demi kesehatan fisik dan psikologis anak.
Jika stres dibiarkan dan tidak diatasi dengan baik, maka dapat menyebabkan penyakit secara fisik, emosi maupun mental. Stres yang kronis juga merusak sistem imun, menjadikan anak mudah terjangkit pilek dan demam, asma, diabetes dan penyakit lainnya.

Nah,  bagaimana kita sebagai orang tua dapat mengetahui gejala stres pada anak?  Apa saja penyebab stres pada anak?

TANDA-TANDA & GEJALA
Seorang anak yang stres dapat diidentifikasi dengan memperhatikan tingkah lakunya dan reaksi emosional.  Setiap anak merespons dengan berbeda, tetapi kuncinya adalah mengidentifikasi tanda perilaku fisik atau emosional anak sebelum dia kewalahan. Caranya adalah mencari yang bukan perilaku normal anak.


Tanda Stres Fisik :
  • Sakit kepala, sakit leher, sakit punggung
  • Mual, diare, sembelit, sakit perut, muntah
  • Tangan gemetar, berkeringat dingin, merasa bergetar, melayang
  • Mengompol
  • Sulit tidur, mimpi buruk
  • Selera makan berubah
  • Gagap
  • Kelelahan, sering pilek

Tanda Stres Emosional dan Perilaku :
  • Ketakutan, cemas, gelisah
  • Sulit konsentrasi, sering melamun
  • Kurang istirahat, mudah marah
  • Menarik diri dari lingkungan sosial, tidak mau berpartisipasi di sekolah atau dalam kegiatan keluarga
  • Murung, merajuk, menggigit atau tidak mampu mengendalikan emosi
  • Menggigit-gigit kuku, menggulung-gulung rambut, mengisap jempol, mengepal-ngepalkan tangan, mengetuk-ngetukkan kaki.
  • Sikap dibuat-buat, kemarahan, perilaku agresif seperti mengamuk, tidak menuruti
  • Kemunduran atau berperilaku seperti bayi
  • Merengek atau menangis berkepanjangan
  • Lengket, semakin bergantung, menarik diri, tidak mau jauh dari orangtua

PENYEBAB STRES PADA ANAK
Stres pada anak dapat terjadi pada berbagai usia, bahkan sejak usia dini, sejak dalam kandungan. Bila ibu yang mengandung mengalami stres, janin yang ada dalam kandungan juga akan merasakannya. Detak jantung janin menjadi tidak teratur, sehingga persediaan oksigen dan sari makanan berkurang. Seiring pertambahan usia, maka ada berbagai penyebab dapat memicu stres pada anak, antara lain :

  • Sekolah : nilai, PR, penekanan berlebihan pada prestasi.
  • Kelebihan beban : terlalu banyak kegiatan setelah sekolah hingga tidak ada waktu untuk santai, jadwalnya terlalu padat.
  • Kejadian di dunia nyata : berita yang menakutkan atau peristiwa yang terjadi di dunia.
  • Trauma : kebakaran, banjir, bencana alam, peperangan, kecelakaan, pelecehan seksual, perceraian, kematian orangtua.
  • Masalah anak sebaya : tekanan anak sebaya, bullying, penolakan, perbedaan rasial.
  • Penampilan : sangat peduli dengan pakaian, berat badan penampilan, kecocokan dengan anak lain.
  • Pengharapan tidak realistis : terlalu tertekan, standar terlalu tinggi dalam hal kemampuan, tuntutan terlalu tinggi.
  • Lingkungan keluarga : pola asuh orangtua, pertengkaran orangtua, persaingan antar saudara, orangtua menikah lagi,  keluarga sakit, kepindahan, hambatan finansial, orangtua stres.
  • Lain-lain : penyakit, anak di-opname atau dioperasi, anak harus bekerja di usia muda.

MENCEGAH LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI
Apakah orangtua perlu menunggu anak mengalami stres baru kemudian turun tangan?
Sebaiknya orangtua melakukan tindakan PREVENTIF atau pencegahan dengan membangun sikap yang kondusif di dalam keluarga.  Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?
Nah, beberapa sikap orangtua yang dapat membangun benteng melawan stres pada anak antara lain :
1.       Memberi kasih sayang yang adil pada setiap anak dan menyediakan lingkungan yang aman dan damai.
2.       Peka dan responsif akan kebutuhan anak.
3.       Bersikap hangat, tegas dan respek terhadap anak.
4.       Mampu berempati dan menerima anak apa adanya, dan fokus pada kelebihan anak.
5.       Memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaannya.
6.       Memberi dorongan pada anak untuk melakukan sesuatu, kemudian beri pujian atau penghargaan atas keberhasilannya.
7.       Sikap ayah dan ibu sejalan atau kompak mengasuh anak.
8.       Mengambil waktu bermain, makan bersama dan rekreasi yang cukup dengan anak.

Sebagai orangtua, kita bertanggung jawab untuk kesehatan setiap anak yang Allah titipkan, termasuk kesehatan mental mereka.

(Salah satu sumber : The Big Book of Parenting Solution)

No comments:

Post a Comment