Wednesday, January 4, 2017

Tantrum pada Anak


Pernahkah Anda sebagai orang tua mengalami kegalauan dan merasa bingung ketika anak marah, menangis, bahkan sampai berguling-guling di lantai?

Salah satu masalah yang sering dihadapi orang tua yang memiliki anak-anak adalah TANTRUM.
Tantrum adalah luapan emosi kemarahan pada anak yang tidak terkontrol. Pada umumnya tantrum terjadi pada anak-anak yang berusia 1 sampai 3 tahun.  Perilaku yang ditunjukkan pada saat tantrum antara lain : meraung, menjerit, menangis, menghentakkan kaki bahkan berguling-guling di lantai.

Nah, tantrum harus diatasi dengan benar dan bijaksana sejak dini. Bila tidak, maka anak akan menggunakan tantrum untuk memanipulasi orang tua dan orang-orang tertentu. Anak pun akan tumbuh menjadi anak yang egois.


Apa yang harus dilakukan oleh orangtua apabila anak sedang tantrum?
#1. Orang tua harus tetap tenang.
Usahakan untuk tetap tenang. Hindari berteriak, mengguncang, membentak, memukul anak, ataupun menjerit membalas kemarahan anak. TSeringkali orangtua semakin terpancing saat anak tantrum. Karena situasi akan menjadi lebih buruk.
Jika dibutuhkan, menjauhlah sesaat agar dapat menenangkan diri. Tarik nafas, jernihkan pikiran. Ketenangan orangtua akan membantu anak dapat mengendalikan diri.

#2. Alihkan perhatian anak.
Perlihatkan sesuatu yang dapat menarik perhatiannya, atau ajak anak melakukan hal seru yang ia sukai, atau tawarkan untuk membacakan cerita. Sangat penting bagi orangtua untuk mengetahui  apa saja yang dapat mengalihkan perhatian anak. Ini adalah pengetahuan dasar yang harus diketahui oleh setiap orangtua.

#3. Pindahkan anak ke lokasi yang lebih aman. 
Jika anak tidak bisa tenang, terlebih lagi jika anak cenderung suka melempar apa yang ada di sekeliling mereka atau berguling-guling di lantai saat tantrum. Maka pindahkan ke tempat dimana ia bebas berguling-guling atau menangis yang tidak ada barang-barang di sekitarnya yang bisa mereka rusak.
Bila anak tantrum di tempat umum, jangan pernah sekalipun meninggalkan anak sendirian di keramaian. Sebaiknya bawa anak keluar segera dari keramaian dan cari tempat aman, atau membawa anak kembali ke mobil dan menunggu anak tenang dan berbicara pada anak.

#4. Jangan menyerah dan mengikuti keingingan anak.
Bila orangtua mengalah dan menyerah, anak akan menangkap bahwa ia dapat memperoleh keinginannya dengan cara tantrum. Akibatnya, anak kemungkinan menunjukkan perilaku tantrum dengan sengaja di kemudian hari untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Anak akan belajar dan menjadikan itu sebagai senjata, dengan menangis maka orangtua akan memberikan apa yang diinginkannya.

#5. Jangan membujuk anak dengan imbalan agar dapat menghentikan kemarahannya.
Karena anak akan belajar untuk mendapatkan imbalan.
Jangan memberikan perhatian kepada anak yang sedang meraung-raung. Abaikan tangisannya dan biarkan kemarahannya reda dengan sendirinya.

#6. Jangan berespons terhadap keinginan anak sampai ia berhenti tantrum.
Beresponlah jika anak sudah tenang. Anak harus belajar bahwa setiap keinginan harus disampaikan dengan baik, bukan dengan marah, berteriak, dan menangis. Anak perlu belajar dan mengerti bahwa orangtualah yang memiliki otoritas, bukan mereka. Artinya, mereka boleh mengungkapkan keinginan dengan cara yang baik, namun tidak semua keinginan mereka harus dipenuhi.

#7. Berikan pelukan dan ajak anak bicara setelah tantrumnya reda. 
Jika anak sudah tenang, orangtua perlu memberikan anak-anak pengertian mengenai sikap-sikap yang baik dan mengajari anak cara mengungkapkan keinginan mereka dengan baik. Jika orangtua hanya membiarkan saja, tanpa memberikan pengertian bahwa apa yang dilakukan adalah salah, maka anak tidak akan belajar dari kejadian tersebut dan akan menganggap bahwa tantrum adalah hal yang biasa. Ajaklah anak untuk mengelola diri mereka agar menjadi lebih baik.

Bagaimana mencegah tantrum pada anak ?
#1. Kenali penyebab anak menjadi tantrum.
Apakah anak sedang lapar, bosan, lelah, sakit atau frustasi? Apakah anak sedang stress? Apakah anak sedang mencari perhatian? Apakah anak sedang marah karena tidak mendapatkan keinginannya? Apakah anak tidak memahami apa yang orangtua minta atau sebaliknya anak sulit mengungkapkan keinginannya. Misalnya, karena keterbatasan bahasa, anak balita menyampaikan emosinya lewat sikap tantrumnya karena kesulitan mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata.
Untuk dapat mengetahuinya, orang tua perlu mengamati kapan anak cenderung mudah marah, apa penyebabnya, kapan saja anak bisa tidak marah dan menurut, kondisi emosinya saat ia sakit atau kelelahan, dan lain sebagainya. Dari hasil pengamatan itulah orangtua dapat mencari solusi atau menghidari tantrum.

#2. Perhatikan gejala awal anak tantrum. 
Biasanya, sebelum anak benar-benar “meledak”, mereka akan menunjukkan tanda-tanda merasa “kesulitan” atau frustrasi. Misalnya seperti mereka tampak tidak sabar menyelesaikan sesuatu, membuang apa yang ada di tangannya, menarik napas dalam-dalam, atau perubahan mimik wajahnya. Bila tanda-tanda semacam ini sudah mulai terlihat, segera berikan pertolongan pertama dengan mengalihkan perhatiannya.  

#3. Orangtua harus tegas dan konsisten.
Tegas dan konsisten adalah kunci mencegah tantrum pada anak. Bila orangtua tidak tegas dan luluh karena tangisan anak, maka anak akan mendapatkan pesan bahwa orangtua dapat dikendalikan dengan tangisannya.
Jika kita memang tidak ingin menuruti keinginan anak, tetaplah konsisten dengan keputusan dan berpendirian teguh. Jangan terjebak karena tangisan anak.

#4. Jelaskan aturan dan harapan orangtua.
Jika ingin mengajak anak ke tempat umum, misal ingin pergi ke mall, maka berikan peringatan sebelum meninggalkan rumah. Katakan bahwa tidak ada teriakan, tangisan, jeritan dan rengekan di mall. Anak harus mengerti bahwa bila anak berkelakuan buruk di mall, anak akan mendapatkan konsekuensi, misalnya akan langsung pulang ke rumah.
  
#5. Berikan contoh yang baik kepada anak.
Hal lain yang dapat  memengaruhi anak menjadi tantrum adalah anak mencontoh orangtuanya. Bagaimana cara orangtua menyalurkan kemarahan dapat memberi inspirasi pada anak. Orangtua yang biasa melampiaskan kemarahan dengan berteriak, membanting barang, atau bahkan merusak segala sesuatunya di depan anak-anaknya, besar kemungkinan akan dicontoh oleh balita. Anak akan menganggap cara seperti itu tidaklah salah karena anak terbiasa melihatnya.
Anak akan belajar dari orangtua yang tidak dapat mengelola emosi ataupun berteriak-teriak saat frustasi!

#6. Berbicara dengan baik pada anak.
Ajak anak berbicara terbuka mengenai perasaannya dan jaga hubungan baik dengan anak. Penting bagi anak untuk menyadari bahwa dia boleh kecewa, tetapi tidak boleh menunjukkan dengan sikap yang tidak sopan. Dengan anak yang lebih besar, bicarakan dengannya lalu membahas apa yang membuatnya marah serta cara yang dapat dilakukannya untuk mengatasinya dengan lebih baik nanti.

#7. Orang tua perlu belajar mengantisipasi.
Perlu mengantisipasi dan melihat kondisi mana yang sekiranya bisa menimbulkan tantrum pada anak. Misalnya bila anak tergolong anak yang mudah bosan dan tidak betah berlama-lama di tempat baru, ada baiknya kita tidak mengajak anak bepergian dalam waktu yang cukup lama. Antisipasi dengan membatasi waktu bepergian bersama anak misalnya maksimal hanya 2 jam saja. Bila terlalu lama, ada kemungkinan besar anak akan mengeluarkan tantrumnya di tempat umum.

Kesimpulannya, TANTRUM bukanlah suatu penyakit berbahaya, namun jika orangtua membiarkannya berlarut-larut dan tidak pernah memberikan solusi yang benar kepada anak, maka perkembangan emosional anak dapat terganggu.

Tetapi …. carilah bantuan kepada dokter anak atau psikolog anak jika anak mengamuk terjadi beberapa kali sehari, semakin parah, tantrum berlangsung lama, atau jika anak membahayakan diri sendiri, orang lain atau barang-barang selama mengamuk.

No comments:

Post a Comment