Sunday, March 5, 2017

Sibling Rivalry


Rasanya bahagia jika antar saudara kandung bisa hidup rukun bersama. Ini adalah kerinduan setiap orangtua. Namun kenyataannya, anak-anak yang tinggal dalam satu rumah pasti akan mengalami sibling rivalry.

Sibling rivalry bisa diartikan sebagai kompetisi antar saudara kandung, baik antar saudara kandung yang berjenis kelamin sama ataupun berbeda. Kompetisi ini bisa berwujud rasa iri hati atau cemburu, persaingan dan juga pertengkaran. Bersaing untuk mendapatkan sesuatu, seperti perhatian orangtua atau mainan baru. Bisa juga bersaing untuk membuktikan sesuatu, seperti berusaha menjadi yang paling berprestasi dalam keluarga, menjadi yang paling disayang oleh orangtua, paling banyak teman, dan lain-lain.

Sibling rivalry bisa mulai terlihat saat hadirnya sang adik. Ada anak yang menunjukkan sikap senang dengan hadirnya sang adik, tetapi banyak yang mulai menunjukkan sikap makin rewel atau semakin tidak mau berpisah dengan ibunya. Ia merasa tidak lagi menjadi yang paling istimewa, karena perhatian orangtua tercurah pada adiknya, waktu bermainnya dengan orang tua berkurang dan keinginannya tidak lagi paling diutamakan.

Persaingan bisa pula berlanjut sampai dewasa, hanya saja berbeda bentuknya. Saat masih anak-anak, yang diperebutkan adalah berebut mainan atau waktu bersama dengan orangtua. Beranjak remaja, bisa muncul karena merasa tugas dan perannya tidak adil dengan yang lainnya, misalnya orangtua dianggap berlebihan atau tidak adil dalam membagi tugas. Contoh: kakak marah karena dia ditugaskan membersihkan meja makan, sementara adiknya boleh langsung menonton TV.

Menjelang dewasa, persaingan bisa berbentuk usaha untuk menjadi “lebih” daripada saudara kandungnya, saling memperlihatkan prestasi yang telah dicapai masing-masing dan ingin menunjukkan keunikan diri sendiri.

Hal yang dimulai dengan rasa iri hati atau persaingan, bisa berlanjut dengan permusuhan yang mempengaruhi hubungan antar saudara dengan munculnya berbagai pertentangan dengan saudara kandung. Seringkali muncul berupa tingkah laku dengan sikap agresif pada orangtua dan saudaranya, perilaku yang tidak taat pada orangtua, mengkritik, mengadu, tidak mau mengalah dengan saudara, mencari perhatian secara berlebihan. Bisa juga mengakibatkan anak menjadi minder dan menarik diri, karena merasa orangtua lebih memenuhi kebutuhan saudaranya daripada dirinya.

Sebenarnya wajar jika muncul persaingan antar saudara kandung. Semua saudara kandung pasti pernah berkelahi dan bertengkar kecil. Tetapi perlu mendapat perhatian lebih lanjut dan penanganan orangtua apabila :
  • Konflik yang terus menerus dan semakin meningkat.
  • Perdebatan yang memuncak. Misalnya : mengejek dengan sebutan, berteriak, atau memaki.
  • Sikap agresif seperti menyerang, mencakar, memukul, menendang, meninju.
  • Permusuhan yang semakin besar, seperti saling merusak barang milik saudaranya atau merusak hubungan satu dengan yang lain.
  • Kondisi emosional yang memburuk. Yaitu salah satu atau keduangan merasa tidak disayang atau merasa di-anak tirikan.
Nah, orangtua memegang peran penting meminimalkan dampak persaingan antar saudara kandung agar dapat diatasi dengan baik.  Bagaimana caranya?

#1. Jangan pernah membandingkan anak. Jangan katakan : “Kenapa kamu tidak bisa seperti kakakmu ?” atau “Coba liat contoh sikap adik kamu, lebih baik dari kamu !”
Maksud orangtua mungkin untuk memotivasi anak supaya lebih baik, tetapi disadari atau tidak, ini pelan-pelan dapat menumbuhkan rasa iri dan tidak suka pada saudara kandungnya. Anak-anak jadi saling berusaha merebut perhatian atau pengakuan dari orangtua atau sebaliknya malah menjauh dari keluarga. Setiap anak perlu mendapat penghargaan akan keunikan pribadinya.

#2. Kembangkan keunikan anak. Jika setiap anak bersaing untuk menentukan siapa dirinya akan memicu persaingan. Orangtua lebih baik memberi tahu bakat istimewa yang dimiliki setiap anak, yang menjadikan dirinya berbeda dengan saudaranya yang lain.
Misalnya, jika anak berbakat dalam melukis, dia yang akan mendapat buku gambar dan mengikuti les lukis.  Anak lain memiliki bakat yang berbeda, maka akan didukung untuk mengembangkan bakatnya.
Hal ini untuk  mengembangkan keunikan setiap anak agar mereka tidak bersaing.

#3. Memberi perhatian dan kasih sayang yang proporsional untuk setiap anak.  Setiap anak mendapat porsi untuk kasih sayang dan perhatian orangtua, menyediakan waktu berinteraksi dengan setiap anak. Tidak hanya perhatian, penerapan disiplin juga ada porsinya untuk setiap anak. Menghindari adanya ‘anak favorit’ atau ‘anak emas’.
Ada penelitian yang dilakukan oleh Katherine Conger, seorang sosiolog keluarga di UCD. Ia mengunjungi 384 rumah anak remaja yang tinggal bersama saudara-saudara, selama tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun, untuk melihat cara mereka berinteraksi dalam keluarga. Ia menyimpulkan bahwa 65% ibu dan 70% ayah memperlihatkan kecenderungan lebih menyukai salah satu anak (ada anak kesayangan).

#4. Hindari keadaan yang dapat memicu persaingan. Misalnya : “Siapa yang bisa memakai baju paling rapi?”, “Siapa yang paling sering sikat gigi dalam minggu ini?”. Lebih baik mengajarkan anak untuk dapat bekerja sama.

#5. Mengakui dan menerima perasaan setiap anak, termasuk perasaan kesal dan marah.  Wajar jika anak-anak merasa kesal pada orangtua atau saudara kandungnya. Mengabaikan begitu saja perasaan mereka akan membuat perasaan mereka terluka. Mengakui perasaan anak saat itu tanpa menghakimi benar atau salah akan membantu anak belajar menguasai emosinya. Anak akan belajar bahwa meskipun ia kesal pada saudara kandungnya, tidak harus diikuti dengan memukul saudara kandungnya.

#6. Mengajar anak melihat dari sisi lain.  Anak-anak sering terlalu memikirkan perasaan diperlakukan tidak adil dan tidak berpikir bagaimana perasaan orang lain. Jadi minta mereka, “Sekarang lihat dari sisi lain. Bagaimana perasaan kakakmu?” atau “Jika kamu di posisi adikmu, bagaimana perasaan kamu?”

#7. Menangani konflik dengan bijak.  Saat anak-anak bertengkar, orangtua sebaiknya tidak segera ‘lompat’ mengatasi masalah. Biarkan mereka berusaha menyelesaikan dulu. Jika orangtua intervensi, sebaiknya orangtua tidak membela yang satu dan menyalahkan yang lain, misalnya: “kakak harus ngalah dengan adik”. Mencari siapa yang benar dan salah akan memunculkan perasaan bersalah di salah satu anak dan perasaan berkuasa pada anak lainnya. Lama-kelamaan yang satu merasa disisihkan dari yang lain, merasa diperlakukan tidak adil, pada akhirnya berdampak pada persaingan yang makin tidak sehat.

Jika anak bertengkar, sebaiknya sikap orangtua :
  • Tetap netral. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa semakin orangtua terlibat dalam pertengkaran anak-anak, akan semakin besar kemungkinan mereka terlibat dalam pertengkaran antar saudara. Mereka perlu belajar cara mengatasi masalah sendiri. Jadi, jangan turun tangan sebelum perdebatan memuncak. Jika konflik semakin panas, tetaplah netral dan beri saran jika anak-anak menemui jalan buntu.
  • Beri kesempatan setiap anak untuk bercerita. Dalam kasus sakit hati atau bertengkar, beri giliran kepada setiap anak untuk menjelaskan yang terjadi. Dengan demikian orangtua membantu setiap anak dan mereka merasa didengarkan. Ketika masing-masing anak bicara, minta saudaranya untuk memperhatikannya dan benar-benar mendengarkan. Tidak boleh ada interupsi dan semua mendapat giliran. Orangtua perlu mengatur waktu untuk setiap anak memiliki “waktu bicara yang sama banyak.” Setelah saudaranya selesai bicara, kita dapat menanyakan, “Apa yang kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?” Jangan bertanya : “Siapa yang memulai?”  Karena hanya akan mendapatkan versi satu pihak yang justru akan memperbesar konflik lebih lanjut.
  • Antisipasi dan alihkan. Jika orangtua melihat emosi mereka sudah mulai meningkat atau kesabaran salah satu anak sudah maksimal, itulah saatnya untuk “mengalihkan atau memisahkan.” “Bagaimana kalo kalian memisahkan diri dulu selama lima menit?” Gunakan strategi ini hanya sebelum konflik mereka mencapai puncaknya.
#8. Adakan pertemuan keluarga rutin. Pertemuan ini untuk memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk mengekspresikan perasaan dan masalahnya, serta membicarakan bagaimana mengatasi masalah tersebut. Nah, ada hal yang sangat baik yang bisa dilakukan untuk memulai pertemuan, yaitu dengan meminta setiap anggota keluarga menyebutkan kebaikan saudaranya pada hari tersebut. Walaupun pada awalnya sulit, tetapi jika terus berusaha, maka anak-anak sebenarnya mulai berpikir tentang hal-hal yang baik mengenai saudaranya.

Well, ketahuilah bahwa hubungan dengan saudara kandung adalah salah satu hubungan yang paling lama dimiliki selain hubungan dengan orangtua. Memiliki hubungan yang baik dengan saudara kandung akan menjadi salah satu dukungan utama saat setiap orang mengalami kesulitan, tantangan, dan perubahan hidup.
(Sumber : Big Book of Parenting Solution)

No comments:

Post a Comment